Senin, 06 September 2010

Catamaran sebagai Kapal Anti Ranjau

Ini gara-gara browsing di google.. ketemu flash file tugas akhir saya di perpustakaan kampus… judulnya ”Analisa Teknik Pemakaian Catamaran untuk Kapal Penyapu Ranjau sebagai Sarana Penunjang Keamanan Wilayah Perairan Indonesia”. Jadinya re-memorize… data utama kapal pembanding tulisan ini diambil dari KRI Pulau Rengat (PRE 711) salah satu dari 2 kapal penyapu ranjau kelas Tripartite milik TNI-AL (yg juga MCM vessel standard NATO). Karena 10 MCM yang lain, dari total 12 unit MCM vessel milik Armada RI adalah kelas Condor ex Jerman Timur. Tapi terus terang, jangan lalu dibayangkan tulisan skripsi tersebut sebagai tulisan yang canggih, karena fokusnya bukan pada sistem & peralatan penunjang perang anti ranjau seperti sensor, command, control, information and weapon. Tapi tulisan ini lebih kepada analisa teknis bagaimana jika kapal anti ranjau dibangun diatas platform kapal dengan lambung ganda yang lebih dikenal sebagai twin hull atau catamaran. Twin hull.. bukan double hull lho...

Pada tulisan ini kapal penyapu ranjau yang didesign adalah sekelas coastal Mine Counter Measure (MCM) vessel. Pertimbangan design lambung catamaran dari kapal penyapu ranjau didalam tulisan ini lebih didasarkan pada ide adanya ketersediaan geladak yang lebih luas dari catamaran dibanding kapal lambul tunggal (monohull), draft catamaran yang relative kecil dan stabilitas yang cukup baik, meskipun cenderung kaku pada olah gerak (manouverability) dan period oleng kapal.

Sedikit mengulas tentang beberapa type ranjau laut, yang ,mana faktor ini juga menjadi salah satu dasar pertimbangan design, merujuk pada kondisi medan seperti apa kapal tersebut akan beroperasi.
Ranjau laut dibagi menjadi beberapa jenis a.l:

Ranjau jangkar (anchor sea mine), dimana ranjau tersebut ditambat ke dasar laut dengan menggunakan jangkar, rata-rata detonatornya dengan fungsi sentuh. Sehingga pada saat lambung kapal menyentuhnya ranjau tersebut akan meledak. Jenis ranjau ini adalah ranjau konvensional. Ada lagi yang disebut sebagai ranjau pintar (smart mine) dimana fungsi peledakannya dengan indiksi yang ditangkap sensornya, atau biasa disebut sebagai influence mine, ada juga capsulated torpedo (CAPTOR) dan Sea Launch Mobile Mine (SLMM). Influence mine akan aktif berdasarkan indikasi getaran, medan magnet, displacement air disekitarnya sesuai dengan sensor yg dipasang padanya.

Captor sendiri sebetulnya adalah torpedo yang dimasukkan dalam tabung kemudian diletakkan didasar laut. Dilengkapi dengan sonar pasif yang akan bekerja terus memonitor laut disekitarnya, jika sonar pasif tersebut menangkap suatu objek bergerak (kapal selam terutama) maka sonar tsb berubah fungsi menjadi sonar aktif dan sekaligus menjadi locator dari object tersebut. Kemudian torpedo didalam container akan dilepaskan menuju sasaran. Captor sengaja didesign sebagai penghancur kapal selam, dan bisa diletakkan oleh wahana apa saja, baik kapal selam, kapal permukaan atau bahkan pesawat.
Sedikit berbeda dengan captor, SLMM juga merupakan ranjau yang digeletakkan didasar laut, hanya metode peluncuran SLMM yang melalui tabung torpedo kapal selam, dan relative untuk perairan yang lebih dangkal dibanding captor.

Dari sisi system detonasinya, ranjau dapat dibagi menjadi ranjau sentuh (konvensional) dan system sensor, baik dari displacement, getaran atau medan magnet tadi (smart mine).

Dari dasar ancaman ini, menjadi pertimbangan bahwa kapal penyapu ranjau harus mempunyai draft/displacement kecil untuk menghindari ranjau jangkar dan ranjau dengan sensor displecement, frekuensi getaran lambung akibat pengaruh mesin propulsi yang harus serendah mungkin untuk menghindari ranjau dengan sensor getaran, serta bahan lambung harus anti magnet untuk menghindari ranjau magnetis.

Persyaratan tersebut secara teknis mampu disediakan oleh type lambung catamaran. Karena catamaran menyediakan draft kecil, disamping keungguulan lain dimana catamatran juga memiliki geladak yang jauh lebih luas sehingga banyaknya peralatan pada deck party (deck utama pada bagian buritan kapal yang berfungsi sebagai pusat aktifitas penyapuan/ buru ranjau) seperti decompression chamber, peralatan selam, PAP atau ROV (Remotely Operated Vehicle) untuk demolisi ranjau, drone, dll yang reatif memakan tempat disamping kebutuhan space untuk pergerakan personel.

Disamping ketersediaan draft kecil oleh catamaran, untuk mengurangi getaran lambung di air maka system propulsi electric (retractable propulsion) akan dipakai pada operasi anti ranjau, retractable propulsion lebih sebagai penunjang pada saat operasi penyapuan/ buru ranjau dimana mesin induk akan non-aktif pada tahap ini. Selain itu juga sebagai antsipasi ranjau magnet maka lambung kapal dilengkapi system degaussing sebagai tambahan dari pemakaian material composite pada struktur lambungnya, yang biasanya menggunakan fiber reinforced plastic (FRP).


Hanya mungkin seberapa besar pengaruh frekuensi periode rolling dan maneuverability lambung terhadap fleksibilitas operasi kapal dan pengaruhnya terhadap peralatan yang mungkin perlu diteliti lebih lanjut. Tetapi secara umum catamaran layak dipakai sebagai host platform kapal anti ranjau (MCM vessel), baik fungsinya sebagai sapu ranjau (mine sweeper), buru ranjau (mine hunter) ataupun fungsi kombinasi dari keduanya. Atau bahkan kemampuan seabed scanningnya dapat dipakai untuk fungsi non-militer seperti SAR (cari kapal atau pesawat yang tenggelam), hydrographic survey, dan lain-lain.

3 komentar:

  1. Tetapi perlu diingat sbg mana halnya kapal multihull lainnya, catamaran tidak lah efisien pada kecepatan rendah. sedangkan kapal perang (terutama patroli) 90 % waktunya di operasikan pd kecepatan rendah (< 15 knot)

    BalasHapus
  2. ini bukan kapal patroli pak......

    BalasHapus
  3. @Fian & Yudho, terima kasih masukkannya.. ya memang ini bukan kapal patroli, yang menjadi dasar pertimbangan adalah deck space yg luas yg dapat disediakan oleh catamaran, diamping juga low draft. Mohon input spesifik, effisien disini dalam hal yg mana, pada saat MCM vessel (minesweeper/minehunter) menjalankan fungsi perangnya dituntut beroperasi pada kecepatan rendah, hal ini untuk menghindari kenaikan level accoustic & perubahan displacement secara mendadak karena kecepatan kapal, yang mana kedua variable ini menjadi triger untuk meledaknya ranjau modern (smart mine), karena ranjau type ini bukan merupaka ranjau konvensional yang akan meledak jika kena senggol lambung kapal.. Btw, sekali lagi terima kasih feedbacknya.

    BalasHapus