Minggu, 24 Juli 2011

Kapal Selam Kelas Chang Bogo, variant Type U-209


Pemerintah RI dalam waktu dekat ini berencana memperkuat armada lautnya, wa bil khusus, jajaran Satuan Kapal Selam Armada RI atau yg terkenal dengan Korps Hiu Kencana TNI AL. Penguatan armada oleh Pemerintah RI ini, dilakukan dengan penambahan 2 s/d 3 unit kapal selam.
Dari proses tender yang panjang sekali yang diikuti oleh beberapa negara produsen kapal selam mulai Korea, Russia, Jerman, Prancis sampai dengan adanya rumor bahwa Belanda dan China juga ikut menawarkan produknya. Informasi terakhir terarah pada kandidat pemenang yang paling mungkin adalah Korea Selatan dengan Chang Bogo classnya. Chang Bogo adalah kapal selam buatan DSME Korea yang berbasis pada desain kapal selam type U-209 yg desain aslinya adalah milik galangan Howaldtswerke-Deutsche Werft (HDW) Jerman. Kabar-kabarnya, tender pemerintah mensyaratkan transfer of teknologi (ToT) bagi industri perkapalan di Indonesia, yg artinya dari jumlah yang dibeli ada kapal selam yang harus dibangun di galangan nasional.
Mengenai Type 209 ini sendiri, Type 209 adalah termasuk salah satu desain kapal selam yang paling sukses di dunia serta banyak digunakan oleh angkatan laut di dunia, termasuk Indonesia yang memiliki 2 unit KRI Cakra (401) dan KRI Nanggal (402)
Type 209 adalah jenis kelas kapal selam serbu diesel-electric (attack submarine) yang dikembangkan secara eksklusif untuk ekspor pada akhir tahun 1960 oleh HDW Jerman. Meskipun tidak dioperasikan oleh Angkatan Laut Jerman sendiri, kelas U-209 ini telah berhasil diekspor ke 13 negara dengan lebih dari 60 unit kapal telah dibangun.

Sejarah Pengembangan
Pada awal 1970, angkatan laut banyak mulai membutuhkan penggantian kapal selam yang umumnya dibangun pada masa pra-Perang Dunia II. Selama kurun waktu ini, sedikit desain dari kapal selam negara-negara barat yang tersedia untuk ekspor, karena sebagian berukuran besar, mahal dan dirancang untuk Perang Dingin. Beberapa desain yang ada, awalnya dibangun untuk negara-negara tertentu saja, termasuk Kelas Daphne dari Perancis, Inggris dengan Kelas Oberon, dan kapal selam Soviet Kelas Foxtrot. Dari situ HDW Jerman mengajukan desain, yang oleh Departemen Pertahanan Jerman dinamai sebagai "Type 209" memberikan solusi dengan persenjataan yang memadai dan harga yang wajar

Desain
Desain Type 209 ini dirancang oleh Ingenieur Kontor Lübeck (IKL) yang sebagian besarnya didasarkan pada desain kapal selam type sebelumnya, yaitu Type 206, dengan penambahan peralatan. Desain lambung tunggal memungkinkan komandan untuk melihat seluruh kapal dari haluan ke buritan pada saat berdiri di periskop. Empat unit baterry dengan 120-cell terletak di lower deck, didepan dan belakang pusat ini, dan ini menambah sekitar 25% displacement kapal. Dua tangki ballast utama, dengan trim tank depan dan belakang memungkinkan kapal untuk menyelam. Kapal ini didukung oleh empat unit diesel MTU dan empat unit generator AEG. Motor listrik AEG terhubung langsung ke propeller dengan lima atau tujuh bilah daun.

Persenjataan
Type 209 ini dipersenjatai dengan 8 tabung torpedo ukuran 533 mm dan 14 buah torpedo. Type 209 yang digunakan oleh Yunani, Korea Selatan, dan Turki (Type 209/1400) juga dilengkapi rudal Sub-Harpoon. Kapal yang digunakan oleh Korea Selatan dapat dipersenjatai dengan 28 ranjau di tempat torpedo dan Harpoon, sementara Type 209 milik India dapat membawa 24 ranjau yang diletakkan eksternal.
Type ini dapat dipersenjatai dengan berbagai model torpedo tergantung pada Negara pemakainya. Tetapi mayoritas Type 209 ini membawa SUT – Surface & Underwater Target, seperti milik Chili, Kolombia, Ekuador, Yunani, India, Indonesia, Korea Selatan atau torpedo SST – Special Surface Target seperti milik Argentina, Peru, Turki 209/1200) dan Venezuela. Type 209 ini juga dapat membawa torpedo Markus 24 Tigerfish seperti milik Brasil, Turki (209/1400s), DM2A4 (Turki Gur 209/1400s), dan Mark 37 (Argentina).
Lima varian dari kapal selam Type 209 ini telah diproduksi, yaitu:
- Type 209/1100
- Type 209/1200
- Type 209/1300
- Type 209/1400
- Type 209/1500

Beberapa modifikasi telah dibuat pada kelas ini, termasuk pemasangan mesin diesel baru. Pemasangan AC dan fitur elektronik baru telah ditambahkan untuk mengakomodasi permintaan dari Negara-negara Amerika Selatan. Displacement beberapa varian bahkan telah meningkat hampir 50% untuk memasang peralatan baru, memodernisasi akomodasi, dan memperluas jarak operasi.
Kelas Thomson yang dibangun untuk Angkatan Laut Chili memiliki escape hatch tambahan yang dipasang pada ruang torpedo dan ruang mesin.
Type 209 ini dilengkapi dengan tiang mast tinggi untuk mengantisipasi kondisi gelombang.
Kelas Tikuna yang dibangun untuk Angkatan Laut Brazil adalah modifikasi 209/1400. Kelas ini 0,85m lebih panjang dan dilengkapi dengan mesin diesel yang berdaya leih besar, motor listrik, baterai, elektronik dan sensor yang berbeda.
Kelas Shishumar yang dibangun untuk India mempunyai karakter unik karena memiliki escape sphere yang dirancang terintegrasi oleh IKL. Sphere ini memiliki akomodasi untuk seluruh kru dengan pasokan udara sampai dengan delapan jam.
Kelas Sabalo yang dibangun untuk Venezuela sedikit diperpanjang pada saat modernisasi di HDW pada awal tahun 1990-an. Panjangnya meningkat karena penambahan kubah sonar (sonar dome) baru yang mirip dengan model pada Type 206 milik AL Jerman.
Antara 2004 dan 2005, KRI Cakra 209/1300 milik Indonesia mengalami refurbishment oleh Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) di Korea Selatan. Kapal selam ini diperbaharui dengan menampilkan baterai baru, perombakan mesin dan penambahan sistem tempur modern. Pada tahun 2009, DSME memenangkan tender lain untuk membarui KRI Nanggala (402), yang akan selesai pada bulan Juli 2011 ini.
Upgrade type 209 dengan dengan system Air Indeendent Propulsion terbaru uga memungkinkan (AIP). Kapal pertama menerima upgrade ini adalah tiga kapal dari kelas Poseidon milik AL Yunani (Type 209/1200). Kapal diupgrade dengan memotong setengah lambung ke belakang dari ruang kontrol dan menambahkan 6 mtr plug dengan Siemens AIP system 120 kW Siemens
Kapal selam kelas Dolphin yang dibangun untuk angkatan laut Israel adalah berdasarkan desain Type 209 juga, meskipun banyak dimodifikasi dan juga desainnya diperbesar.

Negara Pemakai
Negara yang mengoperasikan Type 209 adalah; Argentina, Brazil, Chili, Kolombia, Ekuador, Yunani, India, Indonesia, Peru, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki dan Venezuela.
Semua kapal selam Type 209 ini masih beroperasi pada saat ini, kecuali ARA San Luis (S-32) milik AL Argentina, setelah terkena serangan serta perbaikan yang tidak selesai pada tahun 1997. Iran dikabarkan telah memesan enam unit kapal selam Type 209 ini, tetapi dibatalkan oleh Khomeini pada tahun 1979.
Penggunaan pertama type U-209 ini adalah Angkatan Laut Yunani yang membeli empat unit Type 209/1100 dan empat unit Type 209/1200. Tetapi operator terbesar Type 209 adalah Angkatan Laut Turki yang mengoperasikan enam unit Type 209/1200 dan delapan unit Type 209/1400

Sumber: Internet, mayoritas dari wikipedia

Rabu, 20 Juli 2011

Nice Design: China Fast Attack Craft - FAC Type 022


Type 022 (NATO codename: Houbei Class) adalah generasi baru Fast Attack Craft (FAC) dengan model lambung catamaran (twin-hull) yang dibangun untuk Angkatan Laut China. Kapal pertama dari kelas ini (nomor lambung 2209) diluncurkan pada April 2004 di Qiuxin Shipyard yang berbasis di Shanghai. Enam kontraktor kini terlibat dalam pembangunan Tipe 022 ini dengan produksi sekitar 40 unit yang dirampungkan pada akhir 2007. Kapal ini menggantikan Type 021 (Huangfeng Class) yang ditugaskan antara 1960-an dan awal 1980-an.
Desain

Type 022 mempunyai fitur wave piercing hull design catamaran, yang dikenal sebagai Small Waterplane Area Twin Hull (SWATH). Sebagai catatan, desain lambung catamaran tradisional memang menyediakan deck besar dan luas, tetapi memiliki stabilitas yang kurang baik di laut bergelombang tinggi pada saat dioperasikan pada kecepatan yang tinggi. Modifikasi desain pada wave piercing catamaran, dengan meminimalkan volume lambung di permukaan, memberikan stabilitas yang baik bahkan di laut berombak sekalipun. Sebagian besar displacement lambung yang diperlukan untuk menjaga kapal tetap mengapung, didesain terletak di bawah gelombang, di mana hal ini menjadikan gelombang kurang berpengaruh pada lambung sebagaimana diketahui bahwa eksitasi gelombang akan berkurang secara eksponensial sesuai dengan kedalaman.
Kelemahan utama desain lambung SWATH ini adalah dari segi biaya yaitu SWATH lebih mahal daripada catamaran konvensional atau kapal mono-hull. Dimana SWATH membutuhkan sistem kontrol yang kompleks.

RRC dilaporkan memperoleh desain catamaran SWATH ini dari Konsultan Kelautan AMD, desainer catamaran sukses yang berbasis di Australia. Perusahaan ini memiliki perusahaan joint venture yang disebut Sea Bus Internasional yang berbasis di Cina, yang mengkhususkan diri dalam desain catamaran untuk keperluan sipil seperti feri penumpang. Desain SWATH tersebut diduga digunakan oleh kontraktor galangan kapal Cina untuk mengembangkan FAC Type 022.
Tipe 022 mempunyai, Panjang 40 meter x Lebar 12meter x Draught 1,5 meter. Kapal memiliki displacement total 220 ton. Sistem propulsi terdiri dari dua unit mesin diesel 6.865HP dengan dua unit waterjet, mampu memberikan kecepatan maksimum s/d 36 knot. Dan kapal dioperasikan oleh 12 ~ 14 awak.

Desain dari Type 022 ini telah bertujuan untuk meminimalkan penampang radar, sehingga lambung kapal tersebut dibuat miring dan semua jendela memiliki tepi bergerigi (jegged) untuk membatasi reflektifitas radar. Skema cat lambung dibuat kamuflase dengan sedikit berbeda, sesuai dengan daerah di mana kapal dioperasikan. Kapal yang dioperasikan di wilayah utara membawa empat warna kamuflase, yaitu hitam-abu-biru-putih, sedangkan yang di wilayah selatan memiliki kamuflase lebih terang dengan kebanyakan putih-abu-biru.
Sistem Senjata

Kapal ini dilengkapi dengan delapan rudal anti kapal 83 YJ yang diletakkan di dua peluncur rudal besar di buritan. Di dek depan ditempatkan Rusia AK-630 caliber 30mm dekat dengan Close In Weapon System (CIWS) atau system pertahanan udara untuk jarak pendek. Ada juga dua tabung peluncur 4-sel di dek haluan, mungkin untuk meluncurkan decoy/umpan / chaffs.

Kapal ini memiliki mask tunggal yang besar dimana sejumlah sensor yang belum dikethui identitasnya dipasang. Sebuah antena datalink terletak di antara dua peluncur rudal (missile launcher house) untuk menerima informasi berbasis target yang didapatkan dari sensor laut atau udara, memungkinkan serangan 'over-the-horizon' terhadap sasaran permukaan.

Sumber: saduran dari berbagai sumber di internet.

Selasa, 19 Juli 2011

Air Defense Frigate “Chevalier Paul” memasuki Tugas Aktif


Memasuki tugas aktif merupakan langkah penting dalam kehidupan setiap kapal. Fregate AL Prancis, 'Chevalier Paul” akan melakukan misi operasional dan dalam beberapa hari mendatang, ia akan mengambil bagian dalam ”Operasi Harmattan”, misi PBB Prancis di Libya.
Fregate Chevalier Paul merupakan hasil dari program kerjasama angkatan laut Franco-Italia, HORIZON, yang mencakup pembangunan dua fregat generasi baru untuk setiap negara, dan dengan demikian menandai dimulainya pembaharuan komponen pertahanan udara bagi kedua angkatan laut.
Dalam armada Perancis, Frigate 'Le Forbin' dan 'Chevalier Paul' ini menggantikan Missile Frigate 'Suffren,' yang telah dinonaktifkan pada tahun 2001, dan Frigate ‘Duquesne’, yang dinonaktifkan pada 2007.

Misi utama Chevalier Paul adalah sebagai armada pertahanan udara. Senjata utamanya yang berupa sistem anti serangan udara memungkinkan dia untuk mengatasi ancaman serangan dari rudal type terbaru, serta mampu untuk melakukan serangan balik. Terutama berkat system peluncur rudal vertikal, ASTER, untuk menghadapi serangan udara berskala besar. Kapal ini mempunyai keunikan system elektromagnetik dan kemampuannya untuk mendeteksi serta mengumpan rudal, sehingga membuatnya sangat sesuai untuk operasi dengan intensitas tinggi serta intervensi di daerah krisis.

Dua kapal kelas Horizon ini dapat memberikan perlindungan udara bagi satuan tugas (kapal induk, amfibi atau sipil) terhadap semua ancaman udara, termasuk rudal supersonik anti kapal. Mereka mampu untuk saling berkoordinasi dalam operasi udara dari laut, termasuk yang melibatkan pesawat asing. Kemampuan mereka di pertempuran laut jenis lain juga memungkinkan mereka untuk melakukan berbagai tugas lain, termasuk mengamankan area maritim, kontrol lalu lintas maritim, evakuasi warga negara ..., dll

Terjemahan langsung dari sumber: http://www.defense-aerospace.com/article-view/release/126181/second-horizon_class-frigate-joins-french-fleet.html#

Rabu, 15 Juni 2011

Strain-Based Design of Pipeline


Istilah “Strain-based Design” rasanya umum di dunia per-pipeline-an, tapi saya terus terang gak sepenuhnya ngeh.... gimana ini pendekatannya? Setau saya pendekatan limit state untuk struktur ya umumnya pakai stress-based. Ternyata Strain-based design ini adalah filosofi pendekatan desain pipa penyalur (pipeline) yang cukup gaek juga, mulai diexplore sekitar tahun 1980-an. Whehehe.. btw, ambil hikmahnya aja dah untuk belajar lagi.
Hal ini juga menjelaskan bahwa DNV Standard edisi 1981 untuk submarine pipeline ternyata beda filosofi pendekatan dengan DNV 2000 keatas. DNV 1981 secara garis besar adalah stress-based code yang mempunyai limitasi pada 72% SMYS terhadap functional loads dan 96% SMYS functional loads + environmental loads, sedang DNV OS F101 edisi 2000 keatas memakai pendekatan strain-based design criteria.

Mudahnya begini, kalau ada permukaan tanah atau seabed yang berbentuk kurva (katakanlah sebuah bukit), kemudian sebuah bentangan pipa penyalur diletakkan diatasnya, maka pipa penyalur tersebut akan mengikuti kontur dari kurva bukit tersebut. Atinya bentuk kurva dari bukit tersebut akan menentukan bentuk kurva pipa penyalur, yang berarti juga menentukan regangan (strain) yang terjadi pada pipa. Disini tampak bahwa dimensi kurva dapat menunjukkan strain yang terjadi,hal ini lebih memudahkan daripada harus mencari stress yg terjadi baru menentukan kembali strainnya.

Jadi, jika ada dua buah pipeline dengan karakter stress-strain material yang berbeda dan mereka diletakkan pada kontur kurva permukaan tanah yang sama, maka kedua pipa akan mempunyai strain yang sama, tetapi stress kedua pipa tersebut akan berbeda (karena stress-strain relation dari material tsb beda). Sehingga jika diterapkan pendekatan limitasinya pada stress based, maka batasan kedua pipa tersebut akan berbeda, dimana yg mempunyai yield strength lebih tinggi akan beda dengan yang lebih rendah. Tetapi jika jika pendekatan strain-based yang dipakai, maka kedua pipa tersebut akan mempunyai batasan yang sama dalam hubungannya dengan strain.
Tetapi bagaimanapun juga strain-based tidak bisa menggantikan stress-based design filosofi, yang terjadi adalah kedua pendekatan ini akan saling melengkapi untuk mendapat design yang lebih baik & aman.

A.Z. Ridwan

Rabu, 18 Mei 2011

Kamuflase (Camouflage)

Kamuflase atau dalam kata bahasa Inggrisnya Camouflage /"kam@flA;Z/,jika mengacu kepada kamus Oxford University Press, mempunyai arti:
- The disguising of military personnel and equipment by painting or covering them to make them blend in with their surroundings.
- The natural coloring or form of an animal which enables it to blend in with its surroundings.

Pada intinya kamuflase adalah upaya penyamaran peralatan dan personel militer untuk membuat mereka terlihat menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Konsep kamuflase atau penyamaran ini juga dimiliki oleh beberapa jenis hewan, baik secara bentuk fisik atau dari warna-warana tubuh mereka yg menyatu dengan lingkungan sekitar mereka, untuk menghindari predator alami mereka.

Dari situ saya coba corat-coret beberapa konsep kamuflase kapal-kapal perang (istilah yg ada di gambar hanya merupakan sebutan seenaknya dari saya sendiri, tanpa referensi), aplikasi warna untuk kapal dalam hal ini adalah upaya kamuflase secara visual. Karena pada saat ini konsep kamuflase sudah bergeser dengan diperkenalkannya teknologi stealth serta pemakaian material kapal dan material cat yang mampu mengurangi daya deteksi radar.





Nah, kalau yang ini memang adopsi colour paint-nya USCG...

Senin, 02 Mei 2011

Uji Coba Peluncuran Rudal TNI AL

Rabu 20 April 2011: Peluru kendali (rudal) Yakhont milik TNI Angkatan Laut yang dibeli dari Rusia berhasil melaksanakan fungsinya dalam uji coba di Samudera Indonesia. Rudal yang memiliki kecepatan 2 Mach (atau setara dua kali kecepatan suara), dengan jangkauan maksimal 300 km dan daya ledak 300 kg ini berhasil menenggelamkan eks kapal perang KRI Teluk Bayur-502 buatan Amerika Serikat pada jarak 250 km.

KRI Imam Bonjol-383 bersama KRI Teuku Umar-385, KRI Sultan Thaha Syaifuddin-386, serta KRI Oswald Siahaan-354 melakukan formasi tempur laut di Perairan Samudera Hindia (20/4). Foto: ANTARA

KRI Imam Bonjol-383 bersama KRI Teuku Umar-385, KRI Sultan Thaha Syaifuddin-386 melakukan formasi tempur laut di Perairan Samudera Hindia, sebelah barat Sumatera, Rabu (20/4). Foto: ANTARA

KRI Oswald Siahaan-354. Foto: VIVAnews/ Ahmad Rizaluddin

KRI Imam Bonjol menembakkkan roket jenis RBU 6000 dengan sasaran eks-KRI Teluk Bayur-502 dengan jarak 135 mil laut di Perairan Samudera Hindia, sebelah barat Sumatera, Rabu (20/4). Foto: ANTARA

Ujicoba penembakan rudal Yakhont dari KRI Oswald Siahaan-354 di perairan Samudra Hindia, Rabu (20/4). Foto: ANTARA/Prasetyo Utomo

Foto Seri ujicoba penembakan rudal Yakhont dari KRI Oswald Siahaan-354 di perairan Samudra Hindia, Rabu (20/4). FOTO: ANTARA/Prasetyo Utomo

Sumber: vivanews.com

Minggu, 10 April 2011

QUALITY CONTROL & QUALITY ASSURANCE SYSTEM GALANGAN KAPAL

Sistem kendali & jaminan kualitas (quality control-QC & quality assurance-QA) adalah hal yang mutlak diperlukan dalam pengerjaan suatu proyek, termasuk proyek pembangunan kapal baru ataupun reparasi/ docking kapal. Secara umum, kapal dapat dikatakan memenuhi suatu level kualitas yang baik jika kapal tersebut dapat memenuhi semua spesifikasi owner, persyaratan klasifikasi dan statutory (ketentuan flag authority), yang mana hal ini dapat dilihat pada sertifikat klasifikasinya – secara umum beberapa badan klasifikasi memberikan notasi A100, A90, dll.

Untuk mencapai standard kualitas yang baik, suatu galangan dituntut untuk mempunyai manajemen kualitas yang baik. Penerapan system QA/QC dimulai dari tahap paling awal dari suatu proses pembangunan kapal, yaitu tahap desain, dimana kesesuaian desain terhadap spesifikasi, persyaratan klasifikasi & statutory menjadi acuan utama yang kemudian kesesuaian tersebut diverifikasi oleh Klas dan/atau Pemerintah (Flag Authority) yang umumnya disebut sebagai tahap plan approval.

Tahap berikutnya adalah pengadaan barang, dimana material & peralatan yang dibeli harus sesuai dengan spesifikasi, standard klasifikasi & peraturan pemerintah, dimana kesesuaian barang yang dibeli dibuktikan dengan adanya sertifikat yang biasanya disebut sebagai type approval certificate, atau sertifikat lain yang disetujui oleh badan klasifikasi atau flag authority. Tahap pembangunan kapal adalah tahap dimana keterlibatan surveyor klasifikasi & flag authority officer terlibat aktif, dimana hampir setiap production check point yang merupakan concern mereka akan menjadi titik verifikasi/ assessment/ audit terhadap keberterimaan kapal yang dibangun, mulai dari penerimaan material di galangan, steel marking, cutting, fabrication, keel laying, erection, launching, hull, machinery and electrical outfitting sampai dengan tahap sea trial & delivery. Dimana jika dinyatakan kapal telah sesuai dengan standard klasifikasi & statutory, maka sertifikat klassifikasi & statutory akan diterbitkan untuk kapal bersangkutan.

Tetapi satu hal yang patut diingat adalah, survey oleh badan klasifikasi & flag authority tersebut bukanlah merupakan jaminan utama bahwa kapal akan mempunyai kualitas yang 100% baik atau bahkan superior jika disurvey oleh badan klasifikasi internasional yang reputable sekalipun. Mengapa? Karena apa yang surveyor lakukan lebih bersifat verifikasi oleh pihak eksternal galangan, verifikasi seketat apapun yang surveyor lakukan lebih bersifat audit yang cenderung random. Sebagai contoh sederhana, surveyor tidaklah mungkin mengikuti & memeriksa semua proses pengelasan lambung kapal selama tahap produksi. Mereka cenderung akan melakukan verifikasi sebatas concern pada critical area, baik pada system struktur lambung maupun pada system fungsional yang lain – i.e. machinery, electrical, automation, dll.

Hal utama yang menentukan baik buruknya kualitas kapal sebetulnya adalah system kendali & jaminan mutu internal dari galangan itu sendiri. Dimana departemen kendali mutu (QC Dept) yang mempunyai system & skema kendali mutu yang baik & akurat serta implementasi yang konsisten akan menjadi ujung tombaknya. Ditambah system pencatatan rekaman mutu yang akurat & mampu telusur (traceability) yang baik sebagai jaminan mutu (Quality Assurance) kalau memang produk kapal tersebut telah memenuhi persyaratan spesifikasi teknis, klasifikasi & statutory yang diminta.

Jadi akanlah sangat aneh jika semua hal berkaitan dengan kendali mutu & jaminan kualitas (QC & QA) disandarkan pada survey dan verifikasi external, karena sebetulnya liability dari pihak external akan sangat terbatas dibandingkan dengan product guarantee yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab galangan. Disamping reputasi galangan sendiri yang akan sangat terimbas oleh baik atau tidaknya mutu kapal yang dihasilkan.

Lebih aneh lagi jika suatu galangan mempunyai penerapan system security (keamanan) yang sangat ketat dan cenderung berbelit untuk menghindari hilangnya material dari galangan dibandingkan impelementasi kedua system kendali & jaminan kualitas (QA/QC) dalam memproduksi kapal……???

Rabu, 06 April 2011

Dynamic Positioning System



Dynamic Positioning (DP system) adalah suatu system yang terdiri dari peralatan serta sistem kerja yang bekerja bersama dalam upaya untuk mencapai suatu kemampuan menjaga posisi (position keeping) yang sesuai dan andal. DP system pada umumnya terdiri dari power system, thruster system (pendorong) dan system pengendali (DP control system). Sehingga suatu unit atau kapal dengan DP system akan mempunyai kemampuan untuk menjaga posisinya tetap stabil pada suatu titik tertentu (fixed or predetermined location) dengan peralatan pengendali daya dorong (control thrust)

Beberapa definisi pada DP System adalah:
Fault/ Failure: Kehilangan kemampuan untuk menjalankan fungsinya pada batas-batas persyaratan
Redudancy concept: Keadaan dimana kondisi terburuk yang direncanakan (worst case faiure design) terjadi
Single Failure Concept: Konsep dimana diasumsikan hanya satu kegagalan yang mengawali kejadian yang tidak diharapkan.
Redundancy: Kemampuan sebuah komponen/ system untuk menjaga atau mengembalikan fungsinya secara cepat atau pada kurun waktu yang masih dapat diterima, untuk melaksanakan tugas dari kapal ketika kegagalan tunggal (single failure) terjadi. Redundancy dapat tercapai missal dengan pemasangan multiple komponen, multiple system atau peralatan alternative untuk melaksanakan fungsi tersebut.

Berdasarkan IMO publikasi no 645, DP system dikelaskan sebagai DP Class 1, 2 dan 3, dengan dasar pengelompokkan tersebut adalah:
Equipment Class 1: Tidak memiliki redundancy. Kehilangan posisi boleh terjadi pada saat terjadi satu kegagalan (fault)
Equipment Class 2: Memiliki redundancy sehingga tidak boleh terjadi single fault pada system yang aktif, yang mana dapat menyebabkan system menjadi gagal/ tidak bekerja. Kehilangan posisi tidak boleh terjadi karena terjadinya single fault tersebut pada komponen/sistem aktif seperti generator, thruster, switchboard, katup remote control, dll. Tetapi boleh terjadi setelah kegagalan dari komponen statis seperti kabel, pipa, katup manual, dll.
Equipment Class 3: yang mana system harus juga tahan terhadap kebakaran atau terendam pada saat salah satu kompartemen (ruang) terisi air, tanpa ada kegagalan samasekali. Kehilangan posisi tidak boleh terjadi pada saat adanya single failure termasuk jika ada kebakaran pada salah satu fire sub divisi atau ruang kedap harus terisi air.

Beberapa Class Society memberikan berbagai class notasi untuk DP system, antara lain:
Germanischer Lloyd:
DP 0: kehilangan posisi masih boleh terjadi pada saat terjadi single fault
DP 1: kehilangan posisi masih boleh terjadi pada saat terjadi single fault , tetapi persyaratn redundancy harus terpenuhi
DP 2: kehilangan posisi tidak boleh terjadi pada saat terjadi single fault pada komponen/system aktif. Komponen statis tidak diperhitungkan untuk gagal ketika adanya perlindungan dan keandalan dapat diterima oleh GL
DP 3: kehilangan posisi tidak boleh terjadi pada saat terjadi single fault pada komponen/system aktif dan static. Hal ini juga berlaku untuk kegagalan total dari satu kompartemen karena kebakaran atau terendam air.
Untuk class notations DP 2 & DP 3, sebuah kejadian yang tidak diskenariokan (inadvertent action) harus dipertimbangkan sebagai single fault, jika kejadian tersebut mempunyai kecenderungan untuk terjadi (reasonably probable).

Adapun class society lain seperti ABS, LRS dan DNV juga mempunyai class notasi yang spesifik untuk DP system ini, a.l:
America Bureau of Shipping mempunyai class notasi: DPS-0, DPS-1, DPS-2, DPS-3
Lloyd’s Register of Shipping mempunyai class notasi: DP(CM), DP(AM), DP(AA), DP(AAA)
Det Norske Veritas mempunyai class notasi: DNV-T, DNV-AUT, DNV-AUTR, DNV-AUTRO

Minggu, 27 Maret 2011

Peluncuran KRI Banda Aceh


Hari Senin, 21 Maret 2011 lalu terjadi sebuah peristiwa menarik, yaitu serah terima kapal landing platform dock (LPD) dari pembuatnya, PT PAL Surabaya, kepada pemesannya, Departemen Pertahanan,yang diwakili Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
LPD adalah sebuah kapal perang besar yang mampu mengangkut satu batalion pasukan,kendaraan perang maupun kapal pendarat (landing craft carrier). Ini merupakan kapal modern dan banyak dibangun oleh beberapa Negara seperti Inggris, Belanda, Spanyol, Italia dalam beberapa tahun terakhir. Dengan serah terima ini, lengkap sudah perjalanan pemesanan kapal LPD yang dipesan Departemen Pertahanan kepada Daewoo International dari Korea sebanyak 4 buah dengan bantuan pembiayaan kredit ekspor dari Korea.
Menariknya, separuh dari pesanan ke Korea tersebut akhirnya justru disubkontrakkan ke PT PAL Surabaya. Bukan
hanya berhasil dipenuhi, tetapi bahkan dengan perbaikan spesifikasi, yaitu kemampuan menampung pendaratan
helikopter dari 3 buah menjadi 5 buah maupun kecepatan yang lebih tinggi. Peluncuran kapal tersebut pada hakikatnya suatu testimoni mengenai kemampuan PT PAL dalam memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) kita. Negara tetangga kita,Filipina,juga mengakui keunggulan itu sehingga memesan kapal jenis LPD tersebut.

Sementara itu Timor Leste memesan kapal patroli cepat (fast patrol boat) yang ukurannya antara 30 sampai 40 meter. Pemesanan ini bersamaan dengan pemesanan kapal sejenis fregat oleh Departemen Pertahanan yang dalam istilah PT PAL diberi nama kapal perusak kawal rudal (PKR). Kapal yang dibangun dengan bantuan teknologi Belanda tersebut akan memiliki kelas yang sama dengan kapal fregat kelas la Fayette yang sekarang ini dimiliki Angkatan Laut Singapura.
Pembangunan kapal tempur baru tersebut sekaligus dimaksudkan sebagai modernisasi maupun pembangunan kekuatan angkatan laut kita supaya mampu menghasilkan efek penggentar bagi yang mencoba mengganggu kedaulatan kita. Dewasa ini PT PAL juga sedang menyiapkan diri untuk membangun dua kapal selam dengan bantuan teknologi dari Jerman dan Korea Selatan. Jika proses alih teknologi dapat diselesaikan dengan baik, kemampuan PT PAL untuk membangun kapal perang tidak bisa diragukan lagi.



Dewasa ini pun PT PAL sudah pula melakukan overhauluntuk kapal perang korvet kelas Sigma yang diproduksi Belanda maupun juga kapal selam Nenggala dan Cakra yang dibuat Jerman. Kemampuan PT PAL juga sudah melebar pada pembangunan kapal niaga.Yang menjadi andalan utama perusahaan tersebut adalah kapal barang berbobot mati 50.000 ton yang dikenal sebagai Star 50. Kapal yang rancang bangunnya dilakukan sepenuhnya oleh PT PAL tersebut telah dihasilkan sebanyak 9 buah yang semuanya adalah pesanan dari luar negeri, yaitu Jerman, Hong Kong,Turki, dan Singapura.
Sementara itu, PT PAL juga baru saja menyelesaikan kapal tanker pesanan dari Italia, sementara Pertamina juga sudah melakukan pemesanan kapal tanker untuk kebutuhan mereka.Dalam peluncuran kapal Star 50 yang terakhir pesanan Singapura (Azurite Invest, Virgin Island) yang diberi nama Erslyne, sebuah double skin bulk carrier (DSBC), kapal tersebut dikatakan sebagai yang terbaik di dunia di antara sejenisnya. Dalam kunjungan saya ke perusahaan tersebut di Surabaya setahun silam, saya melihat kesibukan yang luar biasa di galangan mereka.
Selain pembangunan kapal niaga baru, yaitu sebuah kapal dengan bobot mati 50.000 ton (yang akhirnya diluncurkan dengan nama Erslyne tersebut) dan tanker pesanan Italia, PT PAL pada waktu itu juga sedang melakukan pembangunan kapal LPD (yang akhirnya diluncurkan pekan lalu) maupun 4 kapal patroli cepat pesanan Bea Cukai. Pada saat yang sama saya juga melihat pekerjaan overhaul yang sedang mereka lakukan terhadap dua kapal perang kita. Pada saat kunjungan tersebut, terpikir oleh saya bahwa PT PAL sangat mungkin untuk mengembangkan kapal niaga yang lebih besar dengan teknologi yang sudah mereka kuasai saat ini. Namun, salah satu kendala yang mereka miliki adalah fasilitas galangan kapal yang lebih besar. Dengan latar belakang tersebut, sudah waktunya bagi pemerintah untuk secara aktif membantu pengembangan salah satu industri strategis tersebut. Pembangunan sebuah galangan baru yang mampu untuk menampung pembangunan kapal yang jauh lebih besar, yaitu sampai dengan bobot mati sampai 150.000 ton, memungkinkan mereka untuk menerobos pasar yang lebih luas.



Kemampuan serta produk yang mereka hasilkan pada akhirnya menjadi promosi penting bagi industri pelayaran di seluruh dunia.Dengan melihat perkembangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sendiri, pada akhirnya kebutuhan sarana pengangkutan air semacam ini jelas akan mengalami peningkatan di tahun-tahun yang akan datang. Barangkali Pulau Madura yang menjadi semakin dekat dengan selesainya Jembatan Suramadu memiliki potensi yang besar bagi pengembangan kemampuan PT PAL tersebut.
Bantuan pemerintah untuk pembangunan galangan kapal yang lebih besar tersebut pada akhirnya juga akan memperkuat permodalan dari PT PAL. Perusahaan tersebut, meskipun memiliki kemampuan teknologi yang tinggi, secara komersial masih memiliki kelemahan yang besar. Dengan injeksi permodalan yang baru melalui penyertaan pemerintah pada pembangunan galangan kapal tersebut, struktur modal PT PAL akan menjadi semakin baik. Ini berarti langkah tersebut seperti killing two birds with one stone. Saya yakin secara finansial Pemerintah Indonesia dewasa ini sangat mampu untuk melakukan injeksi modal tersebut. Namun pada akhirnya hal tersebut sangat tergantung pada political will yang dimiliki Pemerintah.
Dengan perbaikan struktur permodalan tersebut, PT PAL akan menjadi semakin mudah untuk berkembang karena kemampuan finansial mereka memungkinkan untuk memperoleh pembiayaan dari bank. Virtuous circle semacam ini akhirnya akan membawa kebaikan yang sifatnya permanen bagi pengembangan industri strategis yang kemampuannya tidak bisa diragukan lagi.

Sumber: CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO, Pengamat Ekonomi, Seputar Indonesia 28 Maret 2011

Kamis, 10 Februari 2011

HOVERCRAFT KARTIKA


Hovercraft adalah suatu kendaraan yang berjalan di atas bantalan udara (air cushion). Bantalan udara tersebut ditimbulkan dengan cara meniupkan udara ke ruang bawah kapal (plenum chamber) melalui skirt (sekat yang lentur) sehingga tekanan udara di dalam plenum chamber lebih tinggi daripada tekanan udara luar sehingga timbul gaya angkat.


Untuk menggerakkan kapal bantalan udara, digunakan gaya dorong yang diperoleh dari baling-baling seperti pada pesawat udara. Gaya angkat kapal ini bekerja pada penampang yang luas, sehingga tekanan terhadap tanah atau air (ground pressure) yang ditimbulkan tidak besar. Dengan demikian, kendaraan ini dapat berjalan di atas lumpur, air maupun daratan dengan membawa beban yang cukup berat. Karena tidak adanya kontak langsung antara hovercraft dan permukaan daratan atau air, maka hambatan yang terjadi kecil sehingga hovercraft dapat melaju dengan kecepatan tinggi.

Saat ini TNI-AD telah mampu menciptakan Hovercraft sendiri, Hovercraft ini merupakan hasil karya Litbang Bekang TNI AD yang bermitra dengan Kabindo dan PT Sri Rejeki Isman, dan diberi nama Hovercraft KARTIKA. bahkan Hovercraft ini pernah dipamerkan di dipelataran display statis depan Hall pameran Indo-Defence 2010, pada hari Rabu (10/11) hingga Sabtu (13/11) tahun 2010 yang lalu.


Berbeda dengan Landing Craft Air Cushion (LCAC) yang digunakan marinir AS, Kartika menggunakan struktur material sandwich composite pada lambungnya dan open loop dengan Finger Skirt pada bantalan craftnya. Ditenagai oleh 2 buah mesin diesel berkekuatan 330Hp dengan thrust engine 2x502Hp, hovercraft ini ditengarai mampu dipacu hingga kecepatan 20-25 knot (cruising speed) dengan endurance 7 jam. Muatan maksimum yang bisa diangkut hingga 3 ton, sehingga sanggup membawa 1 mobil truck 3/4.


Hovercraft yang diberinama Kartika ini memiliki dimensi panjang 14,2m, lebar 7m dan tinggi 3,1m. Untuk propeller menggunakan variabel pitch control dengan sistem belt transmision, sedangkan daya angkatnya (lifter) dan pengendalinya memakai sistem centrifugal fan yang terhubung dengan hydraulic motor.


Fungsi utamanya untuk mengangkut pembekalan TNI. Tapi Hovercraft ini juga bisa dimanfaatkan untuk misi kemanusian, misalnya menyalurkan bantuan ke daerah-daerah yang sulit dijangkau, Hovercraft Kartika juga mampu menerjang ombak dengan ketinggian 1,2 meter. Hovercraft mampu beroperasi hingga tujuh jam, dengan bahan bakar 1,2 ton Solar, juga masih mampu menerjang ombak di atas ketinggian tersebut..

Mengenai daya angkut Hovercraft Kartika dapat mengangkut beban 5,5 ton. Meski dalam spesifikasinya tertulis 3 ton. Itu juga masih dapat ditambah.

Surce: http://cba.ditbekangad.mil.id

Kamis, 13 Januari 2011

Tahanan Kapal (Ship Resistance)


Tenaga yang diperlukan kapal untuk melaju di air sangat tergantung bagaimana effisiensi dari system propulsinya terhadap tahanan (resistance) yang diterima oleh kapal tersebut. Tahanan kapal adalah fungsi yang sangat komplek tergantung dari variable bentuk lambung, displacement dan kecepatan.
Beberapa komponen tahan kapal yang Utama adalah:
- Tahanan gesek (frictional resistance)
- Tahanan tekanan (form resistance)
- Tahanan gelombang (wave resistance)
- Tahanan tambahan di gelombang (added resistance in wave)
- Tahanan Udara (air resistance)

Tahanan gesek
Tahanan gesek adalah tahanan yang diterima kapal pada saat melaju yang dihasilkan akibat gesekan antara kulit lambung kapal (ship shell) dengan air. Partikel air yang terdapat pada lapisan batas (boundary layer) mengalami percepatan karena adanya kecepatan lambung kapal, sehingga menyebabkan drag karena friksi partikel air tersebut. Boundary layer ini akan semakin menebal, apalagi jika lambung kapal tidaklah streamline, seperti tumbuhnya tritip & fouling.
Tahanan friksi kapal yang terkecil adalah pada saat kapal dalam kondisi baru dan kemudian akan bertambah seiring dengan semakin kasarnya permukaan lambung karena aplikasi cat yg berlapis-lapis, kerusakan lambung (deformasi, dll), korosi (pitting, dll). Hal-hal ini menyebabkan turunnya kecepatan kapal dan effisiensi secara gradual.


Tahanan tekanan (form)
Momentum kapal (Momentum = massa X kecepatan) akan mendorong air kesisi samping haluan kapal dan hal ini mengakibatkan meningkatnya tekanan air pada haluan kapal. Dan tekanan ini juga akan meningkat di bagian buritan kapal, yang mana tekanan baru akan turun jika boundary layer hilang.

Tahanan Gelombang
Tahanan ini merupakan hasil dari system gelombang sepanjang lambung kapal yang terjadi karena perbedaan tekanan tadi. Pada kapal-kapal yang didesign dengan bulbous bow akan mereduksi wave-making resistance ini secara signifikan, karena bulbous bow akan menghasilkan system gelombang tersendiri yang akan mengintervensi system gelombang kapal secara negative. Dan intervensi dari kedua system gelombang ini akan saling meniadakan masing-masingnya.


Tahanan tambahan di gelombang (added resistance in wave), type tahanan ini adalah hasil dari olah gerak kapal pitching, having dan rolling.

Tahanan Udara,
Tahanan udara yang dialami kapal akan sangat tergantung dari design architecture kapal diatas air yang dilihat secara vertical, dan dapat berubah-ubah seiring naik turunnya sarat (draft) kapal.

Bagaimanapun juga untuk komponen tahanan added resistance in wave dan tahanan udara adalah sangat tergantung bagaimana arah laju gelombang dan arah angin yang dihadapi oleh kapal dalam pelayarannya.

Beberapa hal yang dilakukan untuk mengurangi tahanan gesek/friksi karena pertumbuhan tritip pada permukaan lambung kapal, adalah aplikasi cat anti fouling (AF coat) yang dilakukan sebelum kapal turun dari docking. Dimana cat AF ini akan menghambat laju pertumbuhan tritip, sehingga menjaga lambung kapal tetap bersih dan mengurangi potensi timbulnya hambatan friksi yang besar. Yang perlu dicatat adalah saat ini IMO/ Marpol telah menerbitkan peraturan tentang pemakaian cat AF harus tanpa adanya kandungan TBT (tributilyn) pada cat karena bahan tersebut merupakan bahan pencemar.