Minggu, 27 Maret 2011

Peluncuran KRI Banda Aceh


Hari Senin, 21 Maret 2011 lalu terjadi sebuah peristiwa menarik, yaitu serah terima kapal landing platform dock (LPD) dari pembuatnya, PT PAL Surabaya, kepada pemesannya, Departemen Pertahanan,yang diwakili Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
LPD adalah sebuah kapal perang besar yang mampu mengangkut satu batalion pasukan,kendaraan perang maupun kapal pendarat (landing craft carrier). Ini merupakan kapal modern dan banyak dibangun oleh beberapa Negara seperti Inggris, Belanda, Spanyol, Italia dalam beberapa tahun terakhir. Dengan serah terima ini, lengkap sudah perjalanan pemesanan kapal LPD yang dipesan Departemen Pertahanan kepada Daewoo International dari Korea sebanyak 4 buah dengan bantuan pembiayaan kredit ekspor dari Korea.
Menariknya, separuh dari pesanan ke Korea tersebut akhirnya justru disubkontrakkan ke PT PAL Surabaya. Bukan
hanya berhasil dipenuhi, tetapi bahkan dengan perbaikan spesifikasi, yaitu kemampuan menampung pendaratan
helikopter dari 3 buah menjadi 5 buah maupun kecepatan yang lebih tinggi. Peluncuran kapal tersebut pada hakikatnya suatu testimoni mengenai kemampuan PT PAL dalam memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) kita. Negara tetangga kita,Filipina,juga mengakui keunggulan itu sehingga memesan kapal jenis LPD tersebut.

Sementara itu Timor Leste memesan kapal patroli cepat (fast patrol boat) yang ukurannya antara 30 sampai 40 meter. Pemesanan ini bersamaan dengan pemesanan kapal sejenis fregat oleh Departemen Pertahanan yang dalam istilah PT PAL diberi nama kapal perusak kawal rudal (PKR). Kapal yang dibangun dengan bantuan teknologi Belanda tersebut akan memiliki kelas yang sama dengan kapal fregat kelas la Fayette yang sekarang ini dimiliki Angkatan Laut Singapura.
Pembangunan kapal tempur baru tersebut sekaligus dimaksudkan sebagai modernisasi maupun pembangunan kekuatan angkatan laut kita supaya mampu menghasilkan efek penggentar bagi yang mencoba mengganggu kedaulatan kita. Dewasa ini PT PAL juga sedang menyiapkan diri untuk membangun dua kapal selam dengan bantuan teknologi dari Jerman dan Korea Selatan. Jika proses alih teknologi dapat diselesaikan dengan baik, kemampuan PT PAL untuk membangun kapal perang tidak bisa diragukan lagi.



Dewasa ini pun PT PAL sudah pula melakukan overhauluntuk kapal perang korvet kelas Sigma yang diproduksi Belanda maupun juga kapal selam Nenggala dan Cakra yang dibuat Jerman. Kemampuan PT PAL juga sudah melebar pada pembangunan kapal niaga.Yang menjadi andalan utama perusahaan tersebut adalah kapal barang berbobot mati 50.000 ton yang dikenal sebagai Star 50. Kapal yang rancang bangunnya dilakukan sepenuhnya oleh PT PAL tersebut telah dihasilkan sebanyak 9 buah yang semuanya adalah pesanan dari luar negeri, yaitu Jerman, Hong Kong,Turki, dan Singapura.
Sementara itu, PT PAL juga baru saja menyelesaikan kapal tanker pesanan dari Italia, sementara Pertamina juga sudah melakukan pemesanan kapal tanker untuk kebutuhan mereka.Dalam peluncuran kapal Star 50 yang terakhir pesanan Singapura (Azurite Invest, Virgin Island) yang diberi nama Erslyne, sebuah double skin bulk carrier (DSBC), kapal tersebut dikatakan sebagai yang terbaik di dunia di antara sejenisnya. Dalam kunjungan saya ke perusahaan tersebut di Surabaya setahun silam, saya melihat kesibukan yang luar biasa di galangan mereka.
Selain pembangunan kapal niaga baru, yaitu sebuah kapal dengan bobot mati 50.000 ton (yang akhirnya diluncurkan dengan nama Erslyne tersebut) dan tanker pesanan Italia, PT PAL pada waktu itu juga sedang melakukan pembangunan kapal LPD (yang akhirnya diluncurkan pekan lalu) maupun 4 kapal patroli cepat pesanan Bea Cukai. Pada saat yang sama saya juga melihat pekerjaan overhaul yang sedang mereka lakukan terhadap dua kapal perang kita. Pada saat kunjungan tersebut, terpikir oleh saya bahwa PT PAL sangat mungkin untuk mengembangkan kapal niaga yang lebih besar dengan teknologi yang sudah mereka kuasai saat ini. Namun, salah satu kendala yang mereka miliki adalah fasilitas galangan kapal yang lebih besar. Dengan latar belakang tersebut, sudah waktunya bagi pemerintah untuk secara aktif membantu pengembangan salah satu industri strategis tersebut. Pembangunan sebuah galangan baru yang mampu untuk menampung pembangunan kapal yang jauh lebih besar, yaitu sampai dengan bobot mati sampai 150.000 ton, memungkinkan mereka untuk menerobos pasar yang lebih luas.



Kemampuan serta produk yang mereka hasilkan pada akhirnya menjadi promosi penting bagi industri pelayaran di seluruh dunia.Dengan melihat perkembangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sendiri, pada akhirnya kebutuhan sarana pengangkutan air semacam ini jelas akan mengalami peningkatan di tahun-tahun yang akan datang. Barangkali Pulau Madura yang menjadi semakin dekat dengan selesainya Jembatan Suramadu memiliki potensi yang besar bagi pengembangan kemampuan PT PAL tersebut.
Bantuan pemerintah untuk pembangunan galangan kapal yang lebih besar tersebut pada akhirnya juga akan memperkuat permodalan dari PT PAL. Perusahaan tersebut, meskipun memiliki kemampuan teknologi yang tinggi, secara komersial masih memiliki kelemahan yang besar. Dengan injeksi permodalan yang baru melalui penyertaan pemerintah pada pembangunan galangan kapal tersebut, struktur modal PT PAL akan menjadi semakin baik. Ini berarti langkah tersebut seperti killing two birds with one stone. Saya yakin secara finansial Pemerintah Indonesia dewasa ini sangat mampu untuk melakukan injeksi modal tersebut. Namun pada akhirnya hal tersebut sangat tergantung pada political will yang dimiliki Pemerintah.
Dengan perbaikan struktur permodalan tersebut, PT PAL akan menjadi semakin mudah untuk berkembang karena kemampuan finansial mereka memungkinkan untuk memperoleh pembiayaan dari bank. Virtuous circle semacam ini akhirnya akan membawa kebaikan yang sifatnya permanen bagi pengembangan industri strategis yang kemampuannya tidak bisa diragukan lagi.

Sumber: CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO, Pengamat Ekonomi, Seputar Indonesia 28 Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar