Sudah menjadi Sunatulloh, bahwa proses pengelasan akan menghasilkan tegangan (stress) pada pelat induk. Dimana tegangan tersebut dapat menyebabkan timbulnya cacat retak. Retak/ pembukaan material yang mempunyai arah paralel terhadap permukaan logam disebut sebagai lamellar tearing, cacat ini akan menyebabkan kerusakan material pada posisi tegak lurus ketebalan pelat.
Lamellar tearing, secara kamus arti kata “lamellar” adalah lapisan tipis, membran atau jaringan berbentuk pelat. Sedangkan “tear” adalah tertarik sobek manjadi beberapa bagian. Sehingga lamellar tearing pada material dapat diartikan sebagai keretakan material akibat pengelasan yang berbetuk lapisan yang terletak di dalam material dan searah permukaan material pelat tersebut. Lamellar tearing ini pada umumnya terjadi pada material pelat baja rolled, dimana ini adalah kondisi berbahaya yang terjadi ketika material pelat yang mempunyai sifat kelenturan yang rendah (low ductility) yang dilas secara tegak lurus terhadap arah ketebalan pelat tersebut.
Keretakan ini dapat terjadi dimana:
- Regangan (strain) karena kontraksi akibat perubahan suhu terjadi pada arah ketebalan pelat (through thickness direction of plates)
- Atau adanya inklusi/sisipan material non-metal yang berupa bidang lapisan tipis dimana bentuk utama dari sisipan (planar) tersebut searah dengan permukaan pipa. Sehingga regangan (strain) akibat kontraksi tersebut akan memaksa inklusi non-metal tadi sebagai pemicu untuk membentuk bukaan planar pada arah pararel terhadap permukaan pelat.
Pada struktur baja yang dilas, dimana pada posisi beban ditanggung tegak lurus terhadap permukaan pelat, lamellar tearing dapat menjadi penyebab awal kerusakan struktur yang lebih besar.
Pada level kualitas pelat baja normal, biasanya pengujian telah dilakukan searah rollingnya (memanjang pelat – sumbu x) maupun tegak lurus arah rollingnya (melebar pelat – sumbu y), dan property material pada arah tegak lurus ketebalan pelat (sumbu z) tidak disebutkan.
Dengan teknologi produksi yang khusus pada saat ini serta pengurangan kandungan belerang, kebanyakan pabrikan baja telah mempunyai kemampuan untuk memproduksi pelat baja dengan property untuk arah ketebalan pelat (sumbu z) tersebut, dimana pelat dengan jenis ini disebut sebagai material dengan kualitas Z-grade. Material Z-grade Quality ini meminimalisir resiko terjadinya lamellar tearing, karena material ini mempunyai ketahanan (ductility) yang lebih pada arah tebalnya disbanding dengan material kualitas normal grade.
Untuk mengetahui sejauh mana ketangguhan sifat-sifat (property) material Z grade quality ini, dilakukan pengujian tarik yang spesifik (searah sumbu Z) pada sample material, dimana jika menghasilkan reduction area yang tinggi maka material ini dapat dikategorikan mempunyai Z grade quality yang baik.
Tentu saja prosedur pengujian dan berapa besar nilai minimal reduction area yang harus didapat supaya material tersebut dapat dikategorikan baik/ tidak, harus mengacu pada standard industri yang berlaku.
Beberapa standard industri a.l: ASTM D7291, EN 10164 atau Rule badan klasifikasi seperti GL, BV, LR, ABS atau DNV juga menyediakan prosedur pengujian serta criteria keberterimaan untuk material dengan kategori Z-grade quality ini.
Sekilas jika meninjau GL Rule for Material & Welding - Section1: Steel Plates, Strips and Bars, dimana disitu untuk category Z-grade material ditentukan berdasar reduction area yang dihasilkan pada saat pengujian tarik sample dengan orientasi searah tebal material (seperti gambar diatas). Ada 2 kategori Z-grade material menurut GL rule, yaitu Z25 dan Z35, dimana Z25 adalah jika reduction area yang dihasilkan sebesar 25% minimum, sedang untuk Z35 reduction area yang dihasilkan minimum harus sebesar 35%.
Pengujian dilakukan pada 3 specimen uji tarik (Z direction), dimana salah satunya boleh kurang dari 25% tetapi masih harus lebih besar dari 20% untuk Z25. Sedang untuk Z35 salah satu specimen boleh kurang dari 35% tapi masih harus lebih besar dari 25%.
Pemakaian material ini umum diterapkan pada struktur bangunan lepas pantai, kapal ataupun floating unit sperti FPSO, FSO dan FSRU, yang biasanya dipakai pada bagian struktur yang mengalami beban vertical terhadap ketebalan pelat/material, seperti doubler plate pada koneksi antara deck plate dengan stool topside production module.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
nice article.
BalasHapusmohon izin untuk copas di blog saya.
trims izinnya.
Silahkan Pak
BalasHapus