Minggu, 01 Agustus 2010

Keterlibatan "Pihak Ketiga" dalam Sebuah Proyek


Proyek adalah suatu pekerjaan yang spesifik dengan tujuan tertentu yang melibatkan sumberdaya, biaya, periode waktu yang terbatas dan biasanya dijadwalkan secara detail.

Dalam suatu proyek pembangunan – misal kapal, offshore structure ataupun instalasi lannya – dilihat dari satu sisi, adalah interaksi antara dua buah atau lebih budaya perusahaan yang berbeda. Minimal adalah interaksi antara pihak pemilik (project owner) dan pihak yang mengerjakan (lazim disebut sebagai kontraktor). Spesifikasi teknis dan kontrak order adalah dokumen-dokumen yang merepresentasikan keinginan owner atas level produk yang harus dihasilkan/ dibuat oleh kontraktor serta bagaimana kontraktor harus mengikuti keinginan owner dari sisi non-teknis yang lain-seperti term of payment, progress measurement, dll. Sebetulnya disinilah terasa bahwa nilai-nilai budaya perusahaan dari pihak owner terepresentasikan.

Sedang di satu sisi, pihak kontraktor juga memiliki budaya kerja dan pengalaman terhadap proyek sejenis, bagaimana mereka akan merealisasikan order dan spesifikasi teknis yang diminta oleh pihak owner.

Benturan antara pihak owner dan kontraktor dalam suatu proyek kerap terjadi baik dari sisi teknis maupun sisi non-teknis, meskipun rata-rata masih dalam batas-batas kontraktual. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, dan yang paling mendasar adalah perbedaan intepretasi antara kedua pihak terhadap pasal-pasal dalam spesifikasi dan/atau kontrak, belum lagi jika proyek tersebut dijalankan oleh personel kunci yang kurang dalam hal kompetensi dan kewenangan, baik personel dari pihak owner ataupun kontraktor.


Perbedaan intepretasi ini bisa terjadi pada tahap yang paling awal sekalipun dari sebuah proyek, yaitu pada proses tender/lelang, dimana beberapa factor a.l kesalahan perhitungan dari pihak kontraktor dimana salah satunya adalah kenaikan harga pasaran barang & bahan di tengah periode pelaksanaan proyek, sehingga otomatis menaikkan biaya proyek yang kadangkala dikompensasikan dengan mengurangi variabel biaya yang lain yang berdampak pada kontrak/spesifikasi. Atau juga kesalahan mengintepretasikan lingkup pekerjaan dari dokumen lelang, dimana ada kalanya lingkup pekerjaan tertentu ternyata memerlukan pekerjaan pendukung lain yang memerlukan biaya dan tenaga tambahan yang sebelumnya tidak terperhitungkan.

Untuk mengurangi benturan dalam hal teknis, biasanya suatu kontrak proyek melibatkan pula “pihak ketiga” yang lazim disebut sebagai third party ataupun pihak dari otoritas yang disebut sebagai certifying authority atau notification body. Dimana pihak third party ini melakukan verifikasi terhadap proyek tersebut secara teknis, dan jika ada perbedaan antara owner & kontraktor, maka third party akan menjadi penengah berdasar referensi regulasi/statutory, spesifikasi teknis, standard/code dan persyaratan kontrak, tentunya dilihat secara case by case. Dalam pembangunan suatu kapal baru ataupun kegiatan docking, badan klasifikasi adalah pihak yang berperan sebagai third party, bahkan lebih dari itu dimana pada banyak hal badan klasifikasi juga berperan sebagai wakil dari flag authority untuk urusan statutory/regulasi.

Disamping itu bukan hal yang jarang pula dimana perbedaan pendapat secara teknis di lapangan adalah akibat dari kompromi-kompromi non teknis antara owner & kontraktor. Dan jika hal ini harus terjadi, maka pemenuhan persyaratan minimum spesifikasi dan standard merupakan syarat mutlak yang harus tetap dilakukan.

Oleh sebab itu, seberapa jauhnya perbedaan budaya perusahaan antara owner dan kontraktor dalam pelaksanaan suatu proyek, persamaan persepsi, pemahaman dan pendekatan setiap masalah kepada peraturan, regulasi, standard/code dan best practice adalah hal yang sangat mendasar untuk mengurangi perbedaan pendapat yang kontraproduktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar